Degradasi Bahasa Betawi di Masa Perkembangan Zaman
(Sumber : kompas.id/Dhanang David Aritonang)
Dilansir dari berita yang diterbitkan oleh KOMPAS.id mengenai ancaman penggusuran wilayah-wilayah Betawi dan bagaimana bahasa Betawi yang semakin terlupakan oleh generasi-generasi muda. Juga upaya untuk melestarikan bahasa betawi dengan menerbitkan karya sastra dengan menggunakan bahasa Betawi. Semua pembahasan akan berpaku pada pembukaan acara diskusi buku Pendekar Bahasa dan Budaya, di Bentara Budaya Jakarta.
Seperti yang dikemukakan oleh Abdul Chaer yang merupakan penulis serta ahli linguistik, menurutnya, kampung-kampung Betawi yang mulai tergusur merupakan alasan utama bahasa betawi menjadi memudar. Hal tersebut dikarenakan masyarakat aslinya yang mulai berpindah tempat dan memulai kehidupan di wilayah baru, seperti ke wilayah Bogor dan Karawang. Abdul Chaer melakukan pencariannya untuk menggali sejauh mana bahasa Betawi diketahui oleh masyarakat DKI Jakarta. Ia memulai pencariannya dengan menjelajahi wilayah Cibarusa sampai Citeureup, dari sekitaran Karet sampai Tanah Abang dengan obrolan-obrolan yang dilontarkan kepada masyarakat untuk mengetahui kosakata dalam bahasa Betawi. Sedikitnya, masyarakat hanya mengetahui bahasa Betawi dasar dan beberapa menyebutkan dalam bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.
Masyarakat menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa percakapan, di mana hanya digunakan pada sesama betawi saja. Di lain orang yang bukan Betawi, mereka tidak akan menggunakan bahasa Betawi. Pendatang yang notabene nya masyarakat luar betawi kerap kali mengasingkan bahasa Betawi dalam percakapannya. Hal tersebut semakin membuat bahasa Betawi terpinggirkan.
Dalam agenda lain, bahasa Betawi dikenal oleh beberapa masyarakat luar wilayah Betawi, seperti Bogor dan Karawang. Ini adalah akibat dari penggusuran wilayah di DKI Jakarta. Sehingga, tidak harus menjadi ketakutan besar bahwa bahasa Betawi akan punah. Karena pada konteks ini, masyarakat Betawi hanya melupakan beberapa kosakata Betawi saja. Penggunaan kata “elo gue” dan imbuhan -in juga masih dilafalkan oleh orang Betawi, bahkan pendatang dari daerah lain juga mulai mengadaptasi ke dalam bahasa keseharian mereka.
Pernyataan lain diungkapkan oleh Muhadjir, yang merupakan ahli linguistik. Menurutnya, bahasa Betawi memiliki keragaman kosakata dan masih menjadi perdebatan dengan dialeknya yang dianggap sebagai bahasa Melayu dengan dialek Jakarta. Berdasarkan dialek, bahasa Betawi memiliki keragaman yang digunakan dalam wayang kulit Betawi, teater lenong dan topeng. Sekitar tahun 1911, ada warga keturunan Arab di Jakarta yang menulis karya sastra menggunakan bahasa Betawi. Dari hal tersebut, karya-karya sastra mulai berkembang dan bervariasi seperti karya tentang Nyi Saidah yang termuat dalam koran Melayu di Batavia tempo dulu. Cerita Panji dalam Sastra Pecenongan oleh Muhammad Bakir, juga siaran televisi yang berjudul Si Pitung dengan ciri khasnya menggunakan dialog bahasa Betawi.
Dari hal ini, menurut Ivan Lanin, perlu pemerhatian dari masyarakat mengenai slogan yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”.
Leave a Reply