Archives July 2024

Workshop Penulisan Artikel Ilmiah: Strategi Komprehensif untuk Publikasi di Jurnal Terindeks Scopus

Universitas Nasional mengadakan workshop penulisan artikel ilmiah dengan tema “Scopus: Strategy A Comprehensive Guide to Academic Writing (Pre-Event ICMAL)” pada Senin, 22 Juli 2024. Acara ini dilaksanakan di Ruang Rapat Cyber dan melalui platform Zoom, serta dihadiri oleh dosen dan mahasiswa. Workshop ini bertujuan untuk memberikan pelatihan mengenai penulisan artikel ilmiah yang dapat diterima dan diterbitkan di jurnal yang terindeks Scopus, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah dari para peserta.

Acara ini menghadirkan tiga pembicara ahli di bidang penulisan artikel ilmiah, yaitu Iskandarsyah Siregar, S.S., M.Hum., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Edi Sugiono, S.E., M.M., dan Dr. Vivitri Dewi Prasasty. Sambutan pembuka disampaikan oleh Wakil Rektor PPMK, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt., yang menekankan pentingnya publikasi ilmiah dalam meningkatkan reputasi akademik dan kontribusi penelitian. Workshop ini diikuti oleh 24 peserta on-site, 30 peserta online, dan didukung oleh 6 orang panitia yang memastikan kelancaran acara.

Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt.

Dr. Vivitri Dewi Prasasty, M.Si., Ph.D.

Prof. Dr. Ir. Edi Sugiono, S.E., M.M.

Iskandarsyah Siregar, S.S., M.Hum., Ph.D.

Diharapkan setelah mengikuti workshop ini, peserta mampu menulis artikel ilmiah yang berkualitas tinggi dan memenuhi standar jurnal terindeks Scopus. Selain itu, para peserta diharapkan dapat meningkatkan publikasi ilmiah mereka dan berkontribusi lebih banyak dalam dunia akademik dan penelitian. Inti dari pembahasan workshop ini adalah teknik dan strategi penulisan artikel ilmiah agar dapat diterima di jurnal yang terindeks Scopus, mencakup cara memilih topik penelitian yang relevan, struktur penulisan yang baik, teknik penulisan yang efektif, serta cara mengatasi proses review dan revisi dari jurnal.

Acara workshop ini berjalan dengan lancar dan mendapat respon positif dari para peserta. Para pembicara memberikan materi yang komprehensif dan bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penulisan artikel ilmiah peserta. Dengan mengikuti workshop ini, diharapkan para peserta dapat menerapkan ilmu yang didapat dalam penulisan artikel ilmiah mereka, sehingga dapat diterima di jurnal terindeks Scopus dan meningkatkan kontribusi dalam dunia akademik dan penelitian. 

Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan pendampingan artikel ilmiah untuk disubmisi ke jurnal terindeks Scopus, WoS, atau ISI. Pengumuman resmi mengenai pendampingan ini akan disampaikan pada Pre-Event 2 ICMAL yang akan diselenggarakan pada Agustus 2024.

Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini, baik dari panitia, pembicara, maupun peserta. Semoga acara ini memberikan manfaat yang besar dan dapat dilaksanakan kembali di masa mendatang dengan tema yang lebih menarik dan relevan.

Dokumentasi Kegiatan

Eksistensi Budaya Palang Pintu dalam Pembukaan Pernikahan Adat Betawi: Analisis Melalui Perspektif Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead

Kelompok etnis Betawi memiliki keragaman budaya yang luas, menghasilkan berbagai perspektif tentang penduduk asli Betawi. Upacara perkawinan merupakan salah satu budaya penting yang menandai peristiwa khusus dan kepercayaan spiritual. Dalam setiap pernikahan adat, kedua mempelai tampil dengan riasan dan busana khas, menandai masa transisi mereka dalam mengambil hak dan kewajiban penuh terhadap masyarakat. Adat istiadat ini merupakan hal yang lazim dan dapat berfluktuasi sesuai dengan kondisi masyarakat. Adat istiadat ini merupakan hal yang umum dan dapat berubah sesuai dengan kondisi masyarakat.

Berdasarkan hasil jurnal penelitian yang dilakukan oleh Sari Tri Anjani, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat dan pemahaman terhadap nilai-nilai adat Betawi serta apakah tradisi tersebut masih terus dipraktikkan oleh mereka yang tinggal di kawasan Kampung Budaya Betawi dan sekitarnya. Tradisi ini biasanya berkaitan dengan pertunjukan seni dan budaya setempat, seperti acara pertunjukan randai, saluang, rabab, tarian, dan berbagai kesenian yang berhubungan dengan upacara perkawinan. Tradisi pernikahan semacam ini sangat bergantung pada iklim sosial ekonomi lingkungan sekitar. Pada pembahasan kali ini, objek tradisi pernikahan adat Betawi yang akan dibahas, yaitu palang pintu.

(Sumber: https://www.senibudayabetawi.com/wp-content/uploads/2021/12/1639376899781-scaled.jpg)

Dari 50 responden yang diteliti, 30 orang menggunakan palang pintu dalam acara pernikahan mereka, didalamnya termasuk 2 orang yang bukan masyarakat asli Betawi. Ini menunjukkan bahwa budaya palang pintu Betawi tidak hanya digunakan oleh masyarakat asli Betawi, tetapi juga oleh pendatang atau suku lain. Meskipun demikian, terdapat perbedaan persepsi mengenai makna penggunaan palang pintu dalam pembukaan acara pernikahan. Menurut teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead, interaksi sosial terjadi melalui penggunaan simbol-simbol yang bermakna, yang dapat menimbulkan asosiasi dan interaksi antarindividu.

Menurut George Herbert Mead, tindakan manusia dipengaruhi oleh interpretasi mereka terhadap orang lain, objek, dan peristiwa. Tradisi Palang Pintu adalah bentuk interaksi simbolik, di mana setiap langkah dan gerakan memiliki makna khusus bagi pelaku dan penonton. Meskipun tradisi ini telah mengalami modifikasi dan digunakan oleh suku selain Betawi, makna aslinya tetap dipertahankan. Analisis data menunjukkan bahwa baik masyarakat asli Betawi maupun pendatang memahami makna Palang Pintu, menunjukkan bahwa budaya Betawi tetap eksis di era globalisasi ini, meskipun belum sepenuhnya merata. Untuk melestarikan budaya Betawi di tengah multikulturalisme dan globalisasi, diperlukan strategi yang tepat sejak dini.

Kesimpulannya, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memulihkan kebudayaan Palang Pintu adat Betawi:

  • Promosi kegiatan: Menggunakan media sosial untuk memperkenalkan Budaya Palang Pintu dengan menyediakan konten menarik dan memanfaatkan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya. Selain itu, ikut serta dalam event-event kebudayaan tertentu juga dapat menjadi sarana promosi yang efektif.
  • Pengembangan Pendidikan budaya Betawi: Mengembangkan pendidikan budaya Betawi dapat membantu masyarakat untuk memahami makna penggunaan palang pintu dan simbol-simbol dalam pernikahan Betawi, serta mendorong siswa untuk lebih memahami dan melestarikan budaya tersebut.
  • Mengadakan festival kebudayaan setiap tahun: Dengan mengadakan festival kebudayaan setiap tahun, masyarakat atau pengunjung dapat lebih mengenal kebudayaan Palang Pintu Betawi, sehingga memperkuat eksistensi dan pemahaman tentang budaya tersebut.

 

Diplomasi Rempah: Peran Dirjen Kebudayaan dalam Mempererat Negara ASEAN

Jakarta – Asia Tenggara memiliki sejarah yang kaya sebagai pusat perdagangan rempah dunia sebelum bangsa Eropa melakukan eksplorasi, di mana rempah dianggap tidak hanya sebagai komoditas tetapi juga membawa nilai-nilai, tradisi, dan pertukaran budaya. Pada laman surat berita Tempo, dalam rangka memperkuat warisan bersama rempah di kawasan ASEAN, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek menyelenggarakan kegiatan “ASEAN Spice: The Connecting Culture of Southeast Asians” di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kegiatan ini, yang didukung oleh Sekretariat ASEAN, melibatkan para akademisi dan praktisi dari 11 negara ASEAN dalam berbagai diskusi, kunjungan ke desa rempah, dan kerja sama untuk mengembangkan inovasi terkait budaya rempah dan gastronomi.

 

Menurut Hilmar, rempah memiliki peran yang signifikan dalam mengubah gaya hidup manusia dan harus terus dikembangkan untuk manfaat yang lebih luas. Dia juga menekankan pentingnya kerjasama inovatif antara praktisi dan akademisi ASEAN untuk memperkuat cerita sejarah jalur rempah di komunitas ASEAN. Dafri Agussalim dari Fisipol UGM menyatakan bahwa kegiatan ini krusial karena membantu mengidentifikasi identitas ASEAN melalui jalur rempah, yang selama ini kurang dipahami. Baginya, jalur rempah dapat menjadi titik persatuan bagi negara-negara ASEAN dan memperkuat hubungan di Asia Tenggara.

 

Upaya untuk mengangkat warisan budaya rempah sebagai bagian integral dari identitas ASEAN merupakan langkah yang sangat positif dan relevan. Sejarah panjang perdagangan rempah di Asia Tenggara mencerminkan kekayaan alam, keragaman budaya, dan hubungan antarnegara yang erat. Melalui kegiatan seperti “ASEAN Spice: The Connecting Culture of Southeast Asians”, dapat dipahami lebih dalam pentingnya jalur rempah sebagai sumber persatuan dan kerjasama di antara negara-negara ASEAN. Pengembangan dan promosi budaya rempah akan memperkaya pengalaman wisatawan serta memperkuat kesadaran akan keragaman dan kekayaan budaya di kawasan ini.

Forum Diskusi Literasi Demokrasi 2024: Melestarikan Budaya Papua di Era Digital

KOMPAS.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar Forum Diskusi Literasi Demokrasi (FLD) bertajuk “Melestarikan Budaya dan Kearifan Lokal Papua di Era Digital” di Semarang pada Kamis (6/6/2024). Sebelumnya, forum serupa telah diadakan di Kota Bandung dan Surakarta.

(Sumber: https://asset.kompas.com/crops/T93lfT5E8MSAM4-zKqTnN-1HVy0=/1×0:2560×1706/750×500/data/photo/2024/05/05/6636f08447441.jpeg)

Acara ini mendapat sambutan antusias dari ratusan mahasiswa, terutama yang berasal dari Papua. Forum ini menghadirkan narasumber Influencer Papua Michael Jakarimilena dan perwakilan Mahasiswa Papua Semarang, Sonny Asso. Diskusi interaktif tersebut membahas tantangan dan peluang dalam melestarikan budaya Papua di era digital, termasuk peran literasi digital, pemanfaatan teknologi untuk promosi budaya, dan strategi membangun demokrasi inklusif di Papua.

 

Ketua Tim Kerja Informasi dan Komunikasi Politik dan Pemerintahan Kemenkominfo, Agus Tri Yuwono, menyatakan kekagumannya terhadap kekayaan alam dan budaya Papua. “Budaya Papua adalah warisan berharga yang harus dijaga dan dilestarikan, tidak hanya bagi masyarakat Papua tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia,” ujar Agus dalam rilis pers yang diterima Kompas.com pada Sabtu (8/6/2024).

 

Agus juga menekankan pentingnya platform digital dalam membagikan cerita, seni tradisional, musik, tarian, dan pengetahuan tentang budaya Papua kepada khalayak luas melalui media sosial, website, dan aplikasi mobile.

 

Pemerintah juga mendukung pelestarian budaya Papua melalui pembangunan Papua Youth Creative Hub (PYCH) di Jayapura, yang bertujuan mengembangkan bakat, kreativitas, dan inovasi pemuda Papua di berbagai bidang, seperti fesyen, hiburan, musik, fotografi, dan teknologi. Hal ini sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo yang mendorong pemuda Papua untuk mengejar passion mereka di berbagai bidang.

 

Forum tersebut juga membahas tantangan rendahnya tingkat literasi digital dan kesenjangan infrastruktur digital di Papua yang menghambat upaya pelestarian budaya. Namun, teknologi digital membuka peluang besar untuk mempromosikan budaya Papua kepada audiens yang lebih luas.

 

Michael Jakarimilena menekankan pentingnya konten digital yang menarik dan informatif tentang budaya Papua untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. “Peningkatan literasi digital adalah kunci penting dalam pelestarian budaya Papua,” katanya. Sonny Asso menambahkan bahwa pemberdayaan komunitas lokal juga merupakan faktor penting dalam pelestarian budaya Papua. Komunitas lokal dapat berperan dalam mengembangkan dan mempromosikan konten digital budaya Papua.

 

Kerja sama multi-stakeholder antara pemerintah, swasta, komunitas lokal, dan akademisi diperlukan untuk mendukung upaya pelestarian budaya Papua di era digital. Sonny menyimpulkan, “Dengan mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada, budaya Papua dapat dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang. Budaya Papua adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan.”

 

Michael dan Sonny juga membagikan tiga solusi konkret untuk pelestarian budaya Papua di era digital: pengembangan konten digital budaya Papua, peningkatan infrastruktur digital, dan kerja sama multi-stakeholder. Dukungan penuh dari Kemenkominfo diharapkan membuat upaya pelestarian budaya Papua lebih efektif dan efisien, sehingga budaya tersebut dapat terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang.