Archives August 2024

Peran Kraton Yogyakarta dalam Membangun Identitas, Representasi, dan Makna Budaya pada Taman Sari

Taman Sari dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1757. Taman sari atau yang sering disebut dengan Water Castle ini merupakan pesanggrahan Sultan Jogja dan keluarganya. Pesanggrahan ini memiliki komponen pertahanan sehingga dahulu Tamansari juga digunakan sebagai tempat perlindungan. Dalam beberapa dekade terakhir, Taman Sari telah menjadi daya tarik wisata yang signifikan di Yogyakarta. Lokasi yang memiliki banyak peninggalan sejarah masa lampau kerap kali dimanfaatkan sebagai tempat wisata edukasi. Taman Sari memberikan pelajaran berharga mengenai sejarah kerajaan Yogyakarta dan pengaruh berbagai budaya yang ada.

 

Secara filosofis, Taman Sari melambangkan harmoni antara manusia dan alam. Kolam-kolam air yang ada di dalamnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat rekreasi, tetapi juga sebagai simbol kesucian dan keseimbangan dengan alam.  Taman Sari merupakan tempat yang tidak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga menjadi ruang refleksi spiritual bagi para sultan dan keluarganya, melalui ritual dan kegiatan yang dilakukan di Taman Sari, nilai-nilai budaya dan spiritualitas terus dilestarikan

 

Tahun 2021 pada saat pandemi covid, kemenparekraf bekerjasama dengan masyrakat untuk menerapkan konsep pariwisata dalam bentuk budaya yang bernama POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata). Terdapat beberapa elemen pada situs komunitas lokal, yaitu pelaku pariwisata, perizinan, lalu ada stakeholder. POKDARWIS sendiri sudah terdaftar pada peraturan gubernur daerah istimewa Yogyakarta nomor 40 tahun 2020 tentang kelompok sadar wisata/kampung wisata.

 

Keraton Yogyakarta berperan penting dalam membangun dan mempertahankan identitas budaya Taman Sari melalui pelestarian arsitektur, ritual, dan acara budaya. Selain itu, masyarakat lokal juga terlibat aktif dalam pengembangan potensi wisata Taman Sari, melalui peran serta mereka dalam pelestarian budaya dan ekonomi lokal. Dengan kolaborasi antara Keraton, pemerintah daerah, dan masyarakat, Taman Sari berhasil mempertahankan keberadaannya sebagai simbol identitas dan kekuatan budaya Yogyakarta di tengah arus globalisasi.

 

HUT Ke-497 Jakarta: Ada Rame-Rame Apa Sih di Setu Babakan?

Jakarta merayakan ulang tahunnya yang ke-497 dengan penuh semarak di Setu Babakan, pusat pelestarian budaya Betawi. Acara yang berlangsung pada 22 – 23 Juni 2024 menarik ribuan pengunjung yang ingin menyaksikan berbagai budaya dan tradisi khas Betawi.

Kuliner khas Betawi seperti kerak telor, soto Betawi, dan dodol Betawi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang ingin mencicipi kelezatan makanan tradisional ibu kota.

Selain hiburan, acara ini juga diisi dengan berbagai kegiatan edukatif. Tim peneliti PSSN hadir untuk melakukan wawancara dengan para penari dan penggiat budaya lokal. Wawancara ini bertujuan untuk mendokumentasikan dan mengkaji lebih dalam tentang keberagaman serta kekayaan budaya Betawi yang masih lestari hingga kini.

Salah satu penari, Annisa Dwi menyatakan pendapatnya mengenai di gelarnya acara tersebut, “acara ini sangat mengesankan dan menjadi wajah bagi Jakarta, karena bisa menggelar kesenian seperti tarian kaya gini. Akupun senang bisa menjadi penari Nandak Ganjen dan juga persiapannya kurang dari satu bulan”, ujarnya mengenai kesan pada acara tersebut.

Kemudian, Tim Peneliti melakukan wawancara kepada penggiat budaya lokal yaitu Kong Limbad, biasa beliau dipanggil. Beliau mengatakan, “Acara ini tuh bagus banget melestarikan budaya banget, apalagi Jakarta udah 497 tahun. Biasanya di sini Sabtu dan Minggu biasa dilaksanakan acara-acara kayak begini apalagi acara istimewa begini udah pasti dilaksanain. Momen yang berkesan dari acara ini tuh babeh bisa nyicipin makanan-makanan gratis dari workshop tadi”. Beliau juga mengatakan bahwa tergabung kedalam beberapa komunitas pelestari budaya, terutama budaya Betawi. Seperti Pandan Lovers, BS FC (Benyamin Sueb Fans Club).

Perayaan ulang tahun Jakarta ke-497 di Setu Babakan tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Semangat kebersamaan dan rasa bangga terhadap warisan budaya yang ditampilkan dalam acara ini diharapkan dapat terus hidup dan berkembang di tengah modernisasi Jakarta.